Analisis Alur dan Tema dalam novelet "akira Muslim Watashiwa" karya Helvy Tiana Rosa oleh Remmy Silado

Helvy Tiana Rosa
Helvy Tiana Rosa
 Karya sastra adalah ungkapan pikiran dan perasaan seseorang pengarang dalam usahanya untuk menghayati kejadian-kejadian yang ada disekitarnya, baik yang dialaminya maupun yang terjadi pada orang lain pada kelompok masyarakatnya. Hasil imajinasi pengarang tersebut dituang ke dalam bentuk karya sastra untuk dihidangkan kepada masyarakat pembaca untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan. Dengan demikian karya sastra bukanlah suatu uraian-uraian kosong atau khayalan yang sifatnya sekedar menghibur pembaca saja tetapi melalui karya sastra diharapkan pembaca lebih arif dan bijaksana dalam bertindak dan berpikir karena pada karya sastra selalu berisi masalah kehidupan manusia nyata. Jadi, tidak salah dikatakan bahwa karya sastra adalah cermin kehidupan masyarakat. Sumardjo (1979:30) menyatakan "...Sastra adalah produk masyarakat yang mencerminkan masyarakatnya. Obsesi masyarakat adalah menjadi obsesi pengarang yang menjadi anggota masyarakat.

Novelet merupakan salah satu bentuk karya sastra fiksi yang tergolong prosa naratif yang mengandung unsur ekstrinsik dan intrinsik yang membangunnya. Ciri sebuah fiksi yang berhasil adalah bila terjadi keselarasan antara mutu persoalan dengan struktur cerita yang disusun oleh unsur-unsur fiksi. Terkait dengan hal itu, maka dalam analisis ini penulis hanya membatasi masalah pada salah satu unsur intrinsik yaitu alur dan tema.
2.1. Konsep Alur
Alur ialah gerak cerita yang sambung-sinambung berdasarkan gambaran hukum sebab-akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi tetapi lebih penting adalah menggambarkan mengapa hal itu terjadi. Intisari alur adalah konflik maka alur sering pula disebut dramatic conflict.
Lebih lanjut S. Tasrif dalam Tarigan (1984: 128) menyatakan,
“1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)
2. Generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)
3. Rising action (keadaan mulai memuncak)
4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks)
5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa)”.
Kelima unsur alur ini menimbulkan gerak alur, mulai dari exposition (permulaan), complication (pertikaian), rising action (perumitan), climax (puncak), turning point (peleraian) dan ending (akhir cerita).
Alur suatu cerita sangat erat hubungannya dengan unsur-unsur yang lain seperti perwatakan, setting, suasana lingkungan begitu juga dengan waktu. Berdasarkan hubungan antara tokoh-tokoh dalam cerita, yang biasanya ditentukan oleh jumlah tokoh, maka alur terbagi atas dua bagian seperti yang dikemukakan oleh Semi (1984:36),
“Alur yang bagian-bagiannya diikat dengan erat disebut alur erat, sedangkan yang diikat dengan longgar disebut alur longgar. Biasanya alur erat ditemui pada cerita yang memiliki jumlah pelaku menjadi lebih sering dan membentuk jaringan yang lebih rapat".
Bila dilihat menurut urutan peristiwa, alur dapat dibagi atas dua bagian, yaitu alur maju dan alur sorot balik. Alur maju ialah rangkaian peristiwa dijalin secara kronologis. Sedangkan alur sorot balik (flash back) ialah rangkaian peristiwa dijalin tidak berurutan, tidak kronologi.
2.2. Konsep Tema
Tema merupakan ide pokok sebuah cerita dan merupakan hal yang terpenting dalam cerita sebagaimana tujuan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat karyanya. Bertolak dari pendapat Brooks tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan aau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.
Tema pada suatu karya sastra dapat ditentukan dengan beberapa langkah. Esten, (1984:88) menyatakan, Untuk menentukan tema dalam sebuah karya sastra ada tiga macam yang bisa ditempuh yakni:
1. Melihat persoalan yang paling menonjol.
2. Secara kualitatif persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik- konflik yang melahirkan peristiwa-peristiwa.
3. Menghitung waktu perceritaan.
Uraian–uraian di atas telah banyak menerangkan pengertian tema sehingga dapat disimpulkan bahwa tema merupakan salah satu unsur penting dalam suatu karya sastra. Menentukan tema suatu cerita hanya dapat dilakukan bila telah memahami karya sastra tersebut secara keseluruhan.
3. Analisis
3.1. Sinopsis
Aku seorang muslim…Muslim Watashi wa
Senandung Akira saat menjejakkan kaki kembali di negerinya, sepulang dari Indonesia. Dua tahun ia kuliah untuk belajar bahasa Indonesia di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Di tengah perjalanannya, Akira masuk ke dalam agama Islam setelah bergabung bersama Forum Studi dan Amal (FORMASI) Sastra Universitas Indonesia.
Hal yang dikhwatirkan Akira selama ini terjadi bila ia harus kembali ke Jepang. ia harus berjuang keras untuk mewujudkan keyakinannya di tengah-tengah Chici, Haha, dan saudara-saudaranya. Bukan hanya itu, berbagai rintangan fisik hingga jebakan pemikiran “aneh” bertubi-tubi menguji Akira dan perjalanan dakwahnya.
Akira ingin seluruh keluarganya masuk ke dalam Islam. Tapi semua hal yang dilakukan Akira tidak berhasil. Akira dengan tabah menghadapi perjalanan hidupnya di Jepang. Dia selalu menentang adat-istiadat Jepang yang berbeda dengan agamanya yang dia anut. Akhirnya, Akira menikah dengan Megumi teman kecil lamanya yang telah juga masuk Islam dan kakak laki-lakinya akhirnya masuk ke dalam agama Islam.
3.2 Analisis Aspek Alur
Alur merupakan rangkaian kejadian maupun peristiwa dalam suatu cerita. Sebelum menentukan bagaimana alur cerita “Akira: Muslim Watashi Wa” terlebih dahulu digambarkan bagaimana cerita ini berjalan, sesuai dengan pembagian cerita oleh S. Tasrif. Pembagian itu meliputi lukisan keadaan, peristiwa mulai bergerak, keadaan mulai memuncak, peristiwa memuncak dan penyelesaiannya.
Mula-mula pengarang melukiskan suatu keadaan disebut situation . Akira tiba di Bandara Narita, Tokyo. Perasaanya mulai bimbang karena memikirkan kabar Chici, Haha, Ani, dan Ane. Sudah dua tahun ia tidak pulang. Bukan karena ia tidak ingin pulang, tetapi ia takut keluarganya menolak ke-Islamannya dan studi kebahasaanya selalu dijadikan alasan untuk itu.
“Pesawat Garuda jurusan jakarta-Tokyo itu mendarat di Bandara Narita. Pukul 11.00 waktu Tokyo”.
“Dua tahun ia belajar di negeri orang, hanya surat dengan surat yang dikirimkannya. Dua shoogatsu ia tak pulang! Chici, Haha semua menanyakannya lewat surat mereka. Bukan, bukan ia tak mau pulang. Ia ingin. Ingin sekali! Namun, kondisi dirinya yang telah jauh berubah kini yang membuatnya berat melangkah pulang…”
“Agama keluarga Akira adalah Shinto. Ah, tapi orang Jepang memang tak terlampau peduli pada agama. Bagi mereka, juga bagi mereka waktu itu, agama seperti budaya layaknya. Boleh saja kita menganut dua agama, atau bahkan tak beragama sama sekali. Pelajaran agama tak ditemukan dalam jenjang pendidikan mana pun di Jepang. Begitulah”
Keadaan mulai bergerak atau disebut Generating Circumastance, yaitu setelah Akira memberitahukan ke-Islamannya kepada keluarganya. Tak disangka ternyata seluruh keluarganya tidak mempersoalkan masalah Akira telah menjadi muslim. Namun, setelah Chici pergi ke Amerika dan telah pulang kembali ke Jepang Chici memeluk agama Kristen dan Chici mengajak Haha dan Ane untuk memeluk agama Kristen juga. Akhirnya, semua keluarganya memeluk agama Kristen kecuali kakak laki-lakinya.
“Bisnis Chici gagal di Amerika. Maaf, Chici terlambat pulang. Ceritanya panjang Chici hampir harakiri gara-gara usaha yang gagal itu….”
“Ini yang menyelamatkan Chici di Amerika. Seluruh keluarga kita harus memilikinya! Juru Selamatmu…!”
”Akira terpana melihat kalung bergambar palang itu! Astaghfirulah…dan kalung Haha! Juga yang ada di leher Ane!...Akira tak berbicara sepatah kata pun. Ia mendorong pintu perlahan, dibantu oleh Mori-san. Mereka menuju mushola.”
Akhirnya, Akira memilih keluar dari rumah dan menetap di mushola yang dibangun di sebelah rumahnya setelah ia semakin hari semakin banyak tidak setuju dengan adat-adat Jepang. Apalagi ditambah kekesalannya dengan pernak-pernik berbagai patung Bunda Maria dan anaknya. Setelah itu ia bertemu dengan Megumi (teman kecil Akira) secara tidak sengaja di festifal Nebuta. Megumi sudah menghilang dari rumah karena tidak diizinkan memeluk agama Islam. Megumi kemudian berlari setelah mengetahui diikuti oleh bodyguard Johzen yang ingin menangkapnya. Peristiwa ini dapat digolongkan ke dalam rising action (keadaan mulai memuncak).
“Takamura…san, lari! Lari!!!...Suara seorang wanita! Tapi kemudian Akira malah rebah ke tanah! Tubuhnya terlalu lemah! Samar-samar, wa…ni…ta…bertopi…lebar tadi…meng…hajar kedua lelaki itu!”
“…Akira dan Mori-san melihat wanita itu berlari. Ia hilang ditelan kerumunan manusia yang ramai menyaksikan pawai. Akira bangkit, dilihatnya secarik kertas di dekatnya!...Takamura-san, maafkan saya. Tadi saya bermaksud ke rumah Anda, ketika kedua lelaki itu menyergap saya. Tampaknya mereka disuruh Ani Johzen. Semoga Allah memperkenankan kita bertemu kembali suatu saat. Banyak yang ingin saya ceritakan. Megumi.
Akira diusir dari rumah oleh Chici, Akira tetap teguh pada ke-Islamannya walau Chici sangat marah kepadanya. Akira boleh kembali ke rumah kalau ia menjadi pengikut agama Chici atau paling tidak kembali kepada Shintoisme dan adat. Ia pun bertemu dengan Megumi kembali di sebuah taman dan berjuang bersama untuk tetap dalam ke-Islamannya. Peristiwa ini merupakan klimaks (puncak) dalam cerita ini.
“Pergilah, Akira!” suara Chici pada akhirnya”
“Pergi? Pergi kemana, Chici?” Tanya Akira bingung. Apa maksud Chici?
“Pergilah ke mana saja….” Tangis Haha pecah! Akira tersentak! “Toserba Takamura akan kuserahkan sebagai amal bagi gereja Ginza. Gereja yang akan mengelolanya” suara Chici tegas. “Maafkan saya, Chici. Tapi mengapa saya harus pergi? Saya tak mengerti.” Akira merasakan kesedihan menyergapnya.
“Tampaknya kau tak bisa bersahabat lagi dengan segala adat-istiadat dan tata cara yang berlaku di rumah ini. Agamamu telah mengungkungmu menjadi orang asing. …”
“Kecuali kau menjadi pengikut agama kami Atau paling tidak mau kembali kepada Shintoisme dan adat”.
“Jangan pergi, Megumi!” “Jangan pergi lagi. Kita akan menghadapi semua bersama,” suara Akira teguh.
Akhirnya, Akira menikah dengan Megumi. Klub ICHI yang dibentuk oleh Akira semakin berkembang pesat. Dan akhirnya hanya kakak laki-lakinya yang tadinya tidak memeluk agama sama sekali masuk ke dalam agama Islam. Inilah akhir dari cerita ini yang disebut Denoument.
Tanpa sadar beberapa yang hadir di sana menitikkan air mata. Betapa tidak, kesederhanaan menjadi warna pernikahan Akira dan Megumi hari itu! Hampir semua terharu
Kita akan berjuang bersama, Megumi. Masih banyak dan akan selalu ada rintangan dan tantangan di hadapan. Ujian bagi keimanan kita!”
Dari urutan peristiwa dalam cerita ini, dapat dilihat bahwa peristiwa berjalan terus dari awal sampai akhir. Tidak ada peristiwa yang kembali ke belakang, hal seperti ini dapat digolongkan ke dalam alur maju.
Begitu juga hubungan peristiwa yang satu dengan yang lainnya sangat erat, semua peristiwa dalam cerita mendukung terhadap jalannya cerita dan juga tema cerita. Dalam hal ini tergolong kepada alur rapat.
3.3. Analisis Aspek Tema
Tema pada cerita ini dapat ditentukan dengan mengamati awalnya yang mengungkapkan persoalan-persoalan yang paling klimaks dari keseluruhan cerita tersebut.
Novelet “Akira: Muslim Watashi Wa” mempunyai alur konflik mulai memuncak dan klimaks ketika Akira mulai tidak menetap di rumahnya. Ia tinggal di mushola yang ia bangun di sebelah rumahnya. Ia tidak betah dengan barang-barang Chici yang berada di seluruh penjuru rumah. Akhirnya, ia bertemu secara tidak sengaja oleh Megumi di festival Nebuta. Dari itulah ia tahu bahwa Megumi telah beragama Islam dan sekarang sedang di cari oleh Johzen (kakak laki-lakinya). Sampai pada akhirnya Akira diusir keluar rumah oleh Chici karena banyak bertentangan dengan adat jepang dan tidak akan diizinkan kembali ke rumah sebelum memeluk ajaran Chici atau kembali kepada Shintoisme dan adat. Dan Akira bertemu dengan Megumi kembali dan berjanji berjuang bersama-sama dalam memperjuangkan keyakinannya.
Melihat dari urutan dari kontak sampai klimaks dapatlah diambil kesimpulan bahwa tema dari cerita “Akira: Muslim Watashi Wa” ini adalah “perjuangan untuk mempertahankan keyakinan agama adalah sangat berat”. Hal ini dapat diperkuat pada kutipan di bawah ini.
“Akira merasakannya dengan tegar, Akira segera bangkit menuju kamarnya. Ia akan pergi. Entah ke mana. Biarlah ia terusir asal tetap beragama Islam. Ia akan terus berusaha dan berdoa, agar keluarganya pun mendapat hidayah. Walau Chici melarang, ia akan terus menulis surat pada keluarganya. Berdakwah lewat tulisan.”

4. KESIMPULAN
Setelah dianalisis, ternyata dalam novelet “Akira: Muslim Watashi Wa” ini memiliki alur maju dan peristiwa yang membangunnya sangat erat sehingga, termasuk alur rapat. Mengenai tema, tema novelet ini adalah perjuangan untuk mempertahankan keyakinan agama adalah sangat berat.

DAFTAR ISTILAH
- Chici : Ayah
- Haha : Ibu
- Ani : Kakak laki-laki
- Ane : Kakak Perempuan
- Shoogatsu : Tahun baru

DAFTAR PUSTAKA
1. Semi, Atar. 1985. Anatomi Sastra. Padang : Angkasa Raya
2. Tiana Rosa, Helvy. 2000. Akira: Muslim Watashi Wa. Bandung: Syamil Cipta Media.

Comments