Pagi ini, saya teringat perkataan seorang kawan tentang seorang Ibu yang keluar rumah untuk bekerja agar kebutuhan susu untuk anak bayi mereka terpenuhi.
"Mereka bekerja hanya cukup untuk membeli susu formula, padahal Allah menciptakan air susu dalam tubuh mereka, dan gratis. Tanpa membayar ".
Mendengar analogi ini sekilas memang kita bisa marah, apalagi kalau kita dan salah satu keluarga kita sedang mengalami keadaan seperti ini. Akan tetapi, jika kita mau menelisik lebih dalam, jauh lebih dalam ke hati-hati kita, sebenarnya kita mungkin merasa sedih meninggalkan anak-anak kita di rumah, dan kita juga tidak bisa menemani masa kanak-kanak mereka.
Tentang Ibu yang keluar rumah untuk mencari nafkah. Saya memang belum paham dalilnya. Akan tetapi, hati kecil saya menolak jika ada Ibu yang meninggalkan rumah. Apapun alasannya.
Alasan nafkah memang menjadi polemik hebat dalam kehidupan, akan tetapi, akankah Allah diam melihat keterbatasan kita?
Istri-istri kita. Ibu-ibu di sekitar kita sebenarnya masih memiliki kemampuan untuk mencari cara agar tidak bekerja di luar rumah dan mencari caranya sendiri memecahkan masalah ini, sesuai dengan bidang masing-masing.
Berat memang. Dan itulah perjuangan. Dan saat saya menyelesaikan tulisan ini, istri saya sedang menikmati cuti mengajar tiga bulan dan putri saya masih berusia dua bulan. Dan semoga Allah tunjukkan jalan tentang berjuang yang bukan dalam bayang-bayang. Bahkan, hanya dalam angan-angan. Angan-angan untuk masa depan anak-anak. Padahal, masa kecil anak-anak kita tidak bisa terulang.
Selamat berjuang kawan, sahabat, semoga Allah menunjukkan jalan-Nya.
"Mereka bekerja hanya cukup untuk membeli susu formula, padahal Allah menciptakan air susu dalam tubuh mereka, dan gratis. Tanpa membayar ".
Mendengar analogi ini sekilas memang kita bisa marah, apalagi kalau kita dan salah satu keluarga kita sedang mengalami keadaan seperti ini. Akan tetapi, jika kita mau menelisik lebih dalam, jauh lebih dalam ke hati-hati kita, sebenarnya kita mungkin merasa sedih meninggalkan anak-anak kita di rumah, dan kita juga tidak bisa menemani masa kanak-kanak mereka.
Tentang Ibu yang keluar rumah untuk mencari nafkah. Saya memang belum paham dalilnya. Akan tetapi, hati kecil saya menolak jika ada Ibu yang meninggalkan rumah. Apapun alasannya.
Alasan nafkah memang menjadi polemik hebat dalam kehidupan, akan tetapi, akankah Allah diam melihat keterbatasan kita?
Istri-istri kita. Ibu-ibu di sekitar kita sebenarnya masih memiliki kemampuan untuk mencari cara agar tidak bekerja di luar rumah dan mencari caranya sendiri memecahkan masalah ini, sesuai dengan bidang masing-masing.
Berat memang. Dan itulah perjuangan. Dan saat saya menyelesaikan tulisan ini, istri saya sedang menikmati cuti mengajar tiga bulan dan putri saya masih berusia dua bulan. Dan semoga Allah tunjukkan jalan tentang berjuang yang bukan dalam bayang-bayang. Bahkan, hanya dalam angan-angan. Angan-angan untuk masa depan anak-anak. Padahal, masa kecil anak-anak kita tidak bisa terulang.
Selamat berjuang kawan, sahabat, semoga Allah menunjukkan jalan-Nya.
Comments